Memahami Sangka-Rasa
Ketika kamu mendengar musik mengalun dengan melodi yang menyayat, kebiasaan banyak orang menyebutkan “merasa” sedih karena biasanya pikiran mempersepsi secara langsung tanpa menelaah rasa itu sendiri. Manusia menangkap bunyi lalu pemikiran memberikan “sangka” terhadap bunyi tersebut. Pemikiran mempersepsi bunyi yang mengalun dan menyayat lalu menyimpulkannya di alam sangka. Saat itulah keluar persepsi sedih terhadap musik yang didengar.Kalau kamu mengatakan itu adalah rasa, maka saya katakan bahwa rasa itu relatif, karena bisa saja “bentuk musik” itu dipersepsi bukan musik sedih. Itu karena bentuk musik seperti itu digolongkan dalam musik sedih oleh pikiran kamu sendiri, namun belum tentu oleh orang lain. Jadi penyimpulan dari persepsi terhadap musik yang didengar itu lebih tepat dikatakan sangka. Sampai disini kita belum mencapai rasa.
Setelah kamu mendengar musik lalu ada sangka mengenai bentuk musik tersebut. Selanjutnya persepsi otak mengirimkan sinyal kepada hati untuk dirasakan. Ketika hati merasakan barulah ada sedih, gembira, atau marah. Tentunya persepsi hati juga berbeda dari masing-masing orang. Hatilah yang menyimpulkan masalah rasa, karena otak tidak mampu mempersepsi rasa. Dia hanya menyimpulkan kembali dari persepsi hati, sehingga keluarlah yang namanya sedih, gembira, atau marah yang biasanya disebut ekspresi mendasar dari musik. Inilah awal yang dipersepsi pendengar, makanya ada perbedaan sangka dan rasa dalam menafsirkannya.
Tahta Sangka Rasa
Sangka membuat persepsi terhadap musik yang didengar, lalu mengirimkan sinyal kepada hati untuk dipersepsi. Hati mempersepsi, secapat itu pula hati langsung mengirim sinyal balik kepada otak. Layaknya seperti pecakapan “pikiran” dan “rasa”. Saya katakan pikiran karena pikiran ada dalam otak, dan dialah pelaku dari “sangka” itu sendiri. Sedangkan rasa itu sebenarnya yang menjadi palaku utama dari hati. “Pikiran” mendiami otak manusia dan “Rasa” bertempat di dalam hati manusia. Mereka saling berinteraksi secara cepat seakan tidak berjarak, bahkan lebih cepat dari kilatan cahaya sekalipun.Bilakaifin
Sangka dan Rasa itu tidak berbentuk, tidak berwarna, tidak dapat diraba, dan tidak terpengaruh waktu dan tempat. Katika kamu menelaah sangka tentang bunyi, maka kamu jangan mencari bentuk sangka itu, begitu juga dengan rasa yang tidak perlu dipersepsi bentuknya. Kamu hanya perlu berpikir masalah kesimpulan sangka dan rasa. Karena itulah yang akan kamu bawa berdasarkan luasnya pemikiran diperjalanan hidup. Saya tidak mengatakan pengalaman ikut berperan di dalamnya, karena pengalaman itupun sudah melalui atau sudah diproses oleh sangka dan rasa itu sendiri. Maka ketika kamu menemukan persepsi berbeda mengenai musik (bahkan sesuatu lainnya), itu karena memang sangka dan rasa manusia itu berbeda.Permainan Sangka dan Rasa
Musik adalah bahasa bunyi yang terpola dan merupakan hasil ekspresi manusia akan suatu penggambaran dalam bingkai keindahan. Artinya musik adalah penerapan pola bunyi sesuai keinginan manusia untuk mengekspresikan suatu bingkai ide kedalam bahasa bunyi. Walau penafsiran mengenai musik kadang berbeda, namun mempunyai keterhubungan penafsiran yang sama, yaitu sama-sama menafsirkan bunyi menurut persepsinya masing-masing. Oleh karena itu bila terdapat perbedaan pandangan terhadap suatu musik, itu berkisar pada pada permainan Sangka dan Rasa walau dalam alasan yang bisa dicerna otak manusia, yaitu masalah bentuk, konsep, dan ide penyampaian. Makanya hal biasa kalau musik itu berbeda, karena masing-masing budaya atau manusia akan mempunyai apresiasi, penyampaian, bahkan konsep yang jauh berbeda.Musik mencakup irama, melodi, harmoni, struktur sebagai penggambaran pikiran dan perasaan. Bentuk dan ekspresi secara menyeluruh akan dipersepsi manusia dan disimpulkan menjadi musik. Sementara bentuk mengacu pada keinginan atau bisa saja terpengaruh kebiasaan penciptanya yang kebanyakan mengacu pada pendidikan dan pengalaman pembuatnya. Oleh karena itu bentuk musik itu relatif dan bebas. Walau nantinya terdapat kebebasan atau keliaran bentuk musik seseorang, namun tetap saja dia akan membuat musik dalam tatanan musikal baku, seperti irama, melodi, dan harmoni. Jadi bentuk musik itu tidak dibatasi secara mutlak oleh suatu hukum musikal, namun dia akan berjalan sesuai tatanan hukum musikal itu sendiri. Artinya tidak bisa terlepas dari susunan irama, melodi, dan harmoni tertentu walau ada tendensi bahwa sipembuat musik itu tidak mengindahkan bentuk-bentuk tertentu, tapi akan terpola secara sendirinya. Inilah yang membuat musik itu terpola secara baku bila kita membicarakannya menurut kaidah-kaidah musik secara umum. Inilah yang membuat musik itu juga berbeda antara satu dengan lainnya. Inilah kesimpilan akhir dari Sangka dan Rasa yang bisa difahami manusia.
Musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang menghasilkan bunyi). Secara sederhana musik adalah kumpulan nada yang tersetruktur sehingga menjadi irama dan secara luas akan menjadi susunan nada yang kompleks. Bunyi-bunyi inilah nantinya yang diejawantahkan menjadi musik, baik itu sederhana sampai yang rumit sekalipun. Oleh karena itu musik mempunyai kebebasan bentuk dari masing-masing individu.
Bersambung ke artikel Bunyi Dalam Liarnya Persepsi
Traktir Mbah Dinan kopi klik di sini
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
Kategori :
budaya,
opini,
- Sangka Rasa Bunyi - - Powered by Blogger. Jika ingin menyebarluaskan atau mengcopy paste artikel Sangka Rasa Bunyi, harap menyertakan link artikel ini sebagai sumbernya. Terima kasih.