Secara teoritis, musik dan kesenian lainnya lebih banyak berpijak pada masalah budaya suatu daerah, atau yang menjadi keunikan tersendiri dari budaya tertentu. Misalkan musik dalam prosesi upacara ritual, kebanyakan menangkap dan menceritakan suatu hubungan manusia dengan kekuatan gaib, para leluhur, maupun Sang Maha Pencipta. Keunikan ini ditangkap sebagai suatu yang tidak lazim terjadi dan mengharuskan adanya perilaku khusus untuk mencapai interaksi tersebut. Dia tidak bisa digambarkan menjadi suatu yang biasa dan seperti biasanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Artinya perilaku khusus itu harus berbeda dengan keunikan tersendiri pula. Akhirnya pandangan keunikan inilah menjadi salah satu penyebab lahirnya musik, tari, dan beberapa perilaku khusus lainnya.
Pendekatan keunikan khusus ini melahirkan seni rupa pada suatu daerah. Jadi yang menjadi ciri khas sebenarnya bukan melekat dari kebudayaan secara umum dalam interaksi masyarakat, namun apa yang terkandung dalam perilaku sakral dan dipandang sebagai suatu yang agung, mempunyai kekhususan, dapat berpengaruh bagi masyarakatnya, dan dipercaya sebagai tuntunan kehidupan yang harus dipatuhi. Suatu yang unik dan terhormat inilah yang akhirnya melahirkan suatu yang harus ada dalam kesenian, lambat laun dianggap sebagai ciri khas kesenian atau karakter budaya dalam suatu masyarakat. Walau pada kenyataannya kebiasaan masyarakat akan berpengaruh pada kesenian yang terlahir itu, namun sedikit sekali dan tidak terlalu signifikan.
Pendekatan ke-khas-an dalam suatu kesenian didasarkan pada asumsi bahwa budaya lebih didefinisikan secara sakral daripada secara estetis. Artinya, budaya tidak didefinisikan dalam pengertian yang sempit yaitu sebagai objek keadiluhungan estetis belaka (seni tinggi), termasuk tidak dianggap sebagai budaya dalam artian sempit (sebagai proses perkembangan nilai estetis belaka), harus masuk akal, namun semua kesenian yang lahir dalam suatu budaya harus dipahami sebagai teks dan praktik kesakralan dalam memandang kuasa sang Ilahi.
Kebanyakan orang prinsip bahwa ciri khas kesenian itu lahir dari kebiasaan hidup masyarakat tidak sepenuhnya benar. Prinsip utamanya adalah kebanyakan orang hanya membongkar cara berpikir, namun coba mnolak fakta tidak umum dari sebuah keberadaan kesenian tradisi. Lebih banyak lagi beberapa orang hanya berkutat pada penjelasan struktural atas kebudayaan sampai pada budaya pop dan makna yang ternaturalkan.
Lahirnya beberapa tulisan yang hanya menyoroti kebiasaan dan pengaruhnya dalam kesenian. Padahal kebiasaan itu berpengaruh kemudian, karena seni tradisi yang lahir dari pandangan kesakralan memandang suatu yang harus berbeda dengan kebiasaan menurut persepsi mereka yang lebih religius. Misalkan ketika anda meminta kepada orang lain, tentunya akan berbeda ketika anda meminta dengan Tuhan. Beda caranya, beda gaya berbahasanya, sampai kadang beda pula ucapannya, termasuk pula berbeda perilakunya dengan kebiasaan yang ditemui ketika anda meminta dengan manusia lainnya. Padangan keagungan dan kesakralan itulah akhirnya melahirkan perilaku khusus seperti menyanyi, menari, memerankan adegan yang ada hubungannya dengan cerita keagamaan, dan membuat seni seni pahat seperti patung, ukiran, dan lain sebagainya.
Jika seorang peneliti dapat melihat kekhasan dari sebuah kesenian ritual atau yang dianggap agung pada suatu masyarakat, maka kesenian itu akan nampak sederhana. Namun perlu anda fahami, bahwa kesederhanaan inilah yang ada kaitannya dengan kebiasaan dan tingkat keahlian masyarakatnya. Kesederhanaan atau kerumitan tidak menjadi tujuan akhir, karena tujuannya adalah suatu yang khidmad dan harus benar-benar berbeda dengan kebiasaan keseharian. Secara harafiah, masyarakat dulu lebih melihat kepada isi dibalik kesederhanaan itu.
Jika suatu vokal tradisi “Telima” hanya bercerita tentang apa yang dia bayangkan tentang orang yang meninggal, namun cerita dia adalah yang membekas sepanjang hidupnya, baik itu tentang perjalanannya sewaktu orang itu hidup, maupun tentang kebaikan dari orang yang sudah meninggal tersebut.Jadi yang menjadi ciri khas dalam suatu kesenian tradisi bukan hanya kebiasaan hidup masyarakat pemiliknya, namun lebih tepatnya persepsi kesakralan dan nilai keagungan yang berhubungan dengan nilai keagamaan atau kepercayaan masyarakatnya. Dia tidak nampak secara nyata, namun terasa hidup dan nyata dalam bentuk kesenian itu.
Traktir Mbah Dinan kopi klik di sini
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
LIHAT ALAT MUSIK MELAYU
Hubungi Admin: +62 811-5686-886.
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
LIHAT ALAT MUSIK MELAYU
Hubungi Admin: +62 811-5686-886.
Kategori :
budaya,
estetika,
opini,
- Ciri Khas Kesenian Lahir dari Persepsi Kesakralan - - Powered by Blogger. Jika ingin menyebarluaskan atau mengcopy paste artikel Ciri Khas Kesenian Lahir dari Persepsi Kesakralan, harap menyertakan link artikel ini sebagai sumbernya. Terima kasih.
Posting Komentar