Sebuah hasrat bukan saja berkisah tentang harapan, namun sekaligus keliaran persepsi. Dia juga bercerita tentang sejarah ide yang terkurung dalam hiruk pikuk pencarian jatidiri. Terhimpit diantara pencarian makna yang mungkin bagi sebagian orang dianggap aneh, namun menyembunyikan keberanian dalam perilaku pengkaryaan.
Nugal dan Segala Keanehannya
Hari itu saya dan istri mengunjungi pameran seni rupa di kantor Gemawan Pontianak. Tempat asik, lengkap dengan café mungil dibelakangnya. Tempat yang dekat dengan rimbunnya pepohonan, lengkap dengan bau lembab tanah seperti dikampung, dan keluguan dialog sinar matahari disela dedaunan. Suatu tempat yang sangat cocok untuk menghadirkan display karya rupa pada beberapa ruang yang ada di café bumi ini.Tempat inilah yang menjadi saksi keberanian kawan-kawan perupa muda Kalimantan Barat untuk menyuguhkan suatu yang sederhana dibalik perjuangan tujuh orang perupa yang nantinya ikut mewarnai perkembangan seni rupa Kalbar dengan segala keliarannya.
Diantara ruang-ruang putih itu, saya melihat mata berbinar membawa kegembiraan, gugup, dan beberapa kebingungan tersendiri. Mereka membawa hasrat dan gejolaknya masing-masing, seakan tidak menyatu dengan lantunan musik yang lamat-lamat terderngar.
Diantara ruang-ruang putih itu, saya melihat mata berbinar membawa kegembiraan, gugup, dan beberapa kebingungan tersendiri. Mereka membawa hasrat dan gejolaknya masing-masing, seakan tidak menyatu dengan lantunan musik yang lamat-lamat terderngar.
Sebuah pencarian yang masih saja berlangsung dalam bingung dan sisa mimpi yang belum tersampaikan. Pada suasana ini, saya membaca senyum sebagai sebuah penghias kerinduan, yang kadang kita sendiri tidak dapat mengartikannya. Terutama senyum tanggung yang terlihat pada tujuh perupa muda yang menggelar karyanya di café bumi.
Pameran NUGAL ini sedikit aneh, namun menggelitik untuk dicermati. Sebuah persepsi umum tentang kegiatan menanam benih atau bibit padi akan menjadi lain ketika kita melihat karya yang dipamerkan. Saya yakin, tidak sedikit kawan-kawan seniman mengernyitkan dahi dan menyipitkan mata ketika melihat karya.
Pameran NUGAL ini sedikit aneh, namun menggelitik untuk dicermati. Sebuah persepsi umum tentang kegiatan menanam benih atau bibit padi akan menjadi lain ketika kita melihat karya yang dipamerkan. Saya yakin, tidak sedikit kawan-kawan seniman mengernyitkan dahi dan menyipitkan mata ketika melihat karya.
Banyak yang menyangka tidak ada ketersambungan antara karya dengan judul pameran yang diusung kawan-kawan. Namun ketika saya mengamati ulang, ada pesan tersembunyi dibalik pameran Nugal.
Ada keliaran persepsi dibalik perjuangan kawan-kawan, dan ada hasrat kelanjutan pameran ini yang nantinya akan lebih tertata dalam koridor konsep namun tidak mati terhimpit pemaknaan sempit dan biasa-biasa saja. Sebuah keberanian Zaka dan kawan-kawan untuk menyuguhkan yang absurd dalam bingkai tema, namun berhasil menggelitik para seniman untuk berpikir lebih jauh tentang sisi perjuangan seorang seniman dan kembaranya.Ada dua pendekatan ketika kita datang sebagai penyaksi karya. Pertama pendekatan konseptual dan kedua adalah pendekatan secara filosofis. Pendekatan konseptual kebanyakan berbicara tentang kedalaman pemikiran seniman sampai kepada karya itu sendiri, baik dari bentuk visual, cara penyajian, dan pendalaman ide karya.
Tentunya hal ini harus didapat dengan pendekatan langsung terhadap senimannya. Disamping itu kita juga harus melakukan riset data, baik lapangan, data tertulis, dan riset data ahli untuk lebih memahami ide karya dan konsep keseluruhan dari pameran.
Segala hal teknis ini sebaiknya dilakukan agar seniman lebih memahami konsep karya dan manajemennya, sehingga ada pendekatan bentuk karya terhadap konsep dan manajemen yang baik untuk mendukung konsep itu secara keseluruhan. Inilah yang menjadi ranah seorang Kurator nantinya.
Pendekatan filosofis lebih menekankan pada pengungkapan rasa dan hasrat seniman yang mungkin saja terlepas dari penjabaran kurator. Mungkin juga sebuah pesan yang ingin disampaikan mengenai harapan, karena kenyataannya, banyak perupa yang kurang bisa bicara, apalagi menuliskan ide karyanya sendiri.
Pendekatan filosofis lebih menekankan pada pengungkapan rasa dan hasrat seniman yang mungkin saja terlepas dari penjabaran kurator. Mungkin juga sebuah pesan yang ingin disampaikan mengenai harapan, karena kenyataannya, banyak perupa yang kurang bisa bicara, apalagi menuliskan ide karyanya sendiri.
Pada opini kali ini saya hanya menjabarkan pendangan saya pribadi mengenai pameran nugal. Saya tidak mengupas tentang karya yang merupakan bagian kurator, tapi saya mengulas mengenai harapan Zaka dan kawan-kawan dibalik pameran Nugal di Kantor Gemawan Pontianak.
Ketersambungan Rasa
Berbicara rasa, seperti yang sudah kawan-kawan diskusikan pada penutupan pameran Nugal, adalah suatu yang absurd dan akan dijabarkan kembali pada ranah baru dan pemaknaan yang semakin liar. Rasa juga akan berbeda dipersepsi pemikiran masing-masing penyaksi karya, karena rasa lebih banyak dipengaruhi oleh pengalaman seseorang tenatng suatu hal dan selalu berkaitan dengan pemikiran absurd manusia itu sendiri.Bayangkan saja, ada 10 orang menyaksikan karya yang digelar pada pameran Nugal dan masing-masing merasakan ketertarikan berbeda. Inilah yang akan membuat seni itu selalu hidup dengan rasa berbeda dan dieksekusi ulang dalam diskusi berbeda, lalu difahami oleh sepuluh penyaksi karya sebagai suatu yang berbeda pula.
Rasa selalu hidup dalam kebaruan masing-masing manusia. Hal ini sekaligus menampik pemikiran sahabat Yoris, kalau seni itu sudah habis masa kejayaannya. Karena kejayaan seni itu hanya pada rasa manusia masing-masing dan akan selalu bermetafora menjadi pemantik kebaruan yang selalu dibarukan oleh manusianya sendiri.
Rasa selalu hidup dalam kebaruan masing-masing manusia. Hal ini sekaligus menampik pemikiran sahabat Yoris, kalau seni itu sudah habis masa kejayaannya. Karena kejayaan seni itu hanya pada rasa manusia masing-masing dan akan selalu bermetafora menjadi pemantik kebaruan yang selalu dibarukan oleh manusianya sendiri.
Makanya jangan heran, sampai sekarang banyak fanatisme, simpatisan, dan kolektor yang terus berburu karya karena rasa kesenangan, kenyamanan, dan kebaruan yang mereka rasakan.
Bukan sensasi, tapi fenomena hakiki yang bersemayam dalam diri insani. Itulah yang akan membuat semua perilaku seni rupa menjadi hidup dalam diri manusia dan akan selalu baru dalam tampilannya yang berbeda pada semua perhelatan dengan konsep liarnya.
Seni itu tidak ada yang baru, karena seni itu hanya meniru alam pikir dari pengalaman senimannya. Hal inilah yang dikatakan aristoteles bahwa seni itu adalah mimesis, atau tiruan dari dari suatu objek yang ditangkap oleh alam pikir seniman.
Seni itu tidak ada yang baru, karena seni itu hanya meniru alam pikir dari pengalaman senimannya. Hal inilah yang dikatakan aristoteles bahwa seni itu adalah mimesis, atau tiruan dari dari suatu objek yang ditangkap oleh alam pikir seniman.
Misalnya seorang seniman melihat sebuah meja, maka dia akan menggambar meja. Ketika sama dibilanglah realis, ketika berbeda akan dibilang deformasi bentuk dan lain sebagainya. Padahal sebuah meja yang menjadi karya hasilnya tidak akan sesempurna meja pada alam nyata. Hal inilah yang dianggap hasil karya seni tiu tidak baru lagi, karena lahir dari apa yang ditangkap dan dirasakan seniman dan diolah pada media berbeda untuk menjadi karya.
Pada sisi lain, pemindahan ide dari alam pikir seniman akan melahirkan bentuk baru. Misalkan meja itu bisa saja “dianggap” lebih bagus dan lebih indah dengan segala ornamentasinya yang baru pula. Warnanya yang baru, bentuknya yang baru, pernak pernik yang ada di atas meja yang juga baru, sampai pada pemaknaan dan penyampaian pesan dari meja itu sendiri mempunyai kebaruan. Inilah yang akan membuat semua karya seni itu dianggap baru.
Pada sisi lain, pemindahan ide dari alam pikir seniman akan melahirkan bentuk baru. Misalkan meja itu bisa saja “dianggap” lebih bagus dan lebih indah dengan segala ornamentasinya yang baru pula. Warnanya yang baru, bentuknya yang baru, pernak pernik yang ada di atas meja yang juga baru, sampai pada pemaknaan dan penyampaian pesan dari meja itu sendiri mempunyai kebaruan. Inilah yang akan membuat semua karya seni itu dianggap baru.
Seni itu memang tidak ada yang baru, namun dilahirkan baru dan menjadi kebaruan dalam bentuknya dan konsep yang berbeda. lalu apa penyebab kebaruan dalam kesenian itu sendiri adalah liarnya pemikiran yang akan mengolah sebuah meja bukan lagi meja yang dulu, tapi meja baru dengan segala identitasnya yang baru pula. Itulah karya seni yang akan dilahirkan menjadi kebaruan semangat dan rasa oleh seorang seniman.
Ketika saya melihat semua karya yang digelar pada pameran NUGAL, awalnya saya tidak menemukan ketersambungan rasa. Saya seakan berada pada dimensi berbeda dari makna NUGAL itu sendiri. Namun setelah saya berpikir secara dalam,
Ketika saya melihat semua karya yang digelar pada pameran NUGAL, awalnya saya tidak menemukan ketersambungan rasa. Saya seakan berada pada dimensi berbeda dari makna NUGAL itu sendiri. Namun setelah saya berpikir secara dalam,
NUGAL adalah menanam harapan. Zaka sudah membawa sahabatnya untuk menanam harapan kalau seni rupa dikota Pontianak harus tetap hidup dan terus bernafas dalam suatu yang baru, baik itu semangat, konsep, dan keberanian yang harus selalu ada. Bukan hanya diam untuk menggelar karyanya.
Dia menunjukkan keberanian dengan cara menanam bibit harapan bahwa suatu hari nanti banyak penyaksi karya yang terus hadir untuk membaca karya mereka, dia terus berharap kepada orang agar semakin menghargai dan mau belajar tentang seni rupa, dan dia juga berani bertaruh pemikiran serta kelelahan dibalik perhelatan pameran NUGAL kali ini.
Bibit inilah yang ditanam oleh Zaka dan kawan-kawan. Bibit ini juga yang harus ditanam oleh kawan-kawan perupa Kalbar. Sehingga suatu saat nanti, generasi pemberani dalam rahim seni rupa kalbar akan lahir dengan karyanya yang baru dan selalu membawa semangat kebaruan dalam semua perhelatannya.
Dialogika NUGAL
Dialogika berbicara tantang pemikiran seniman dan hubungannya dengan bentuk dan konsep. Secara mudahnya kita anggap pendekatan bentuk karya dengan tema yang diusung. Kebanyakan orang menjabarkan konsep dan bentuk karya harus benar-benar mendekati, benar-benar bisa menggambarkan tentang tema utama dengan segala penjarbarannya secara umum.Kebanyakan orang melewatkan bahwa visualisasi bentuk tidak melulu harus menggambarkan secara gamblang tentang tema. Saya pernah berkunjung dipameran Jogja Gallery yang mengusung banyak seniman dan maestro perupa Indonesia.
Dalam gedung itu banyak lukisan luar biasa dari seniman hebat Indonesia, namun saya lebih tertarik pada satu tulisan dipintu masuk “YAKINLAH YANG ANDA BACA INI ADALAH SEBUAH KARYA JUGA”. Bagi saya keliaran ide seniman itu tidak terbatas harus memaknai tema utama dalam sebuah pameran. Namun saya juga tidak menolak kedekatan bentuk karya dengan tema, jika itu masuk dalam sebuah ketentuan harus dituruti oleh seniman yang berpameran.
Saya hanya mau menyadarkan kawan-kawan perupa, bahwa karya dalam satu sisi adalah penggambaran kemajemukan. Artinya menggambarkan banyak hal yang mungkin kita lupakan menganai hasrat seniman yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, wajar saja karya Kay dengan figur perempuan ditampilkan dengan bunga aneka warna dengan judul “ingin”, menjadi bibit hasrat dalam kembara hidupnya dan proses kematangan karya selanjutnya.
Saya hanya mau menyadarkan kawan-kawan perupa, bahwa karya dalam satu sisi adalah penggambaran kemajemukan. Artinya menggambarkan banyak hal yang mungkin kita lupakan menganai hasrat seniman yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, wajar saja karya Kay dengan figur perempuan ditampilkan dengan bunga aneka warna dengan judul “ingin”, menjadi bibit hasrat dalam kembara hidupnya dan proses kematangan karya selanjutnya.
Begitu juga dengan karya Zaka berjudul “Threatined” menyuarakan tentang masyarakat adat yang kehilangan budaya serta peradabannya. Namun pada sisi lain, Zaka dan kawan-kawan tidak ingin kehilangan semangat dalam perjuangan menggelar karya dan berharap ini juga yang akan menjadi semangat baru untuk jejak perkembangan seni rupa kalbar selanjutnya.
Kita tidak menghakimi bentuk yang dipaksakan untuk mengikut konsep secara absolut. Rasanya tidak layak seniman memakan seniman lainnya, karena Zaka, Alef, Ari, Pricillia, Gilbert, Katerin, dan Sadri sudah memantik perjuangan yang seharusnya dilanjutkan oleh seniman lainnya.
Kita tidak menghakimi bentuk yang dipaksakan untuk mengikut konsep secara absolut. Rasanya tidak layak seniman memakan seniman lainnya, karena Zaka, Alef, Ari, Pricillia, Gilbert, Katerin, dan Sadri sudah memantik perjuangan yang seharusnya dilanjutkan oleh seniman lainnya.
Namun dibalik keberanian itu, mereka juga harus sadar bahwa ada yang perlu diperbaiki, baik dari kematangan visual, hubungan karya dengan konsep, dan manajemen pamerannya. Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada dalam hati seniman yang berpameran menghakimi kekurangan publik untuk menutupi kekurangannya. Jangan mengatakan kurangnya apresiasi publik dan tidak beraninya seniman lain bergerak, namun perhatikan saja apa yang musti dilakukan dan itu harus dieksekusi dengan pemikiran matang untuk pameran selanjutnya.
Antara dialog dan logika berpameran harus sejalan dengan keinginan walau sekecil apapun. Kelayakan rasa tidak usah melulu dipaksakan. Karena tugas seniman bukan membuat orang suka atau tidak suka, namun menawarkan sisi berbeda dari retorika karya yang kalian olah dan pertontonkan.
Antara dialog dan logika berpameran harus sejalan dengan keinginan walau sekecil apapun. Kelayakan rasa tidak usah melulu dipaksakan. Karena tugas seniman bukan membuat orang suka atau tidak suka, namun menawarkan sisi berbeda dari retorika karya yang kalian olah dan pertontonkan.
Kenyataannya seniman tidak pernah bisa membuat orang lain puas, begitu juga dengan diri seniman itu sendiri. Sebuah kepuasan itu tidak akan pernah ada jika kebanyakan orang hanya bisa membandingkan. Orang akan bisa memahami arti terdalam karya seni melalui cara berdamai dengan keadaan dan mau memahami dialogika seni, bahwa dalam seni itu yang ada antara cocok dan tidak cocok saja. Jika cocok dianggap bagus dan indah, jika tidak cocok, maka dianggap tidak bagus dan tidak inda. Karena tafsir kepuasan hanya palsu dalam pandangan etika, estetika, dan logika manusia manapun.
Makna Perjuangan dan Kebersamaan Nugal
Apapun yang sudah dilahirkan Zaka dan kawan-kawan harus terjaga dengan semangat kebersamaan. Karena dalam kelompok seni itu bukan mempertahankan kemajemukan seperti yang selama ini digembar gemborkan banyak orang, namun mau menjinakkan sifat apatis dan mau menang sendiri. Mengalah untuk kebersamaan itu penting, karena dengan itu kalian dipersatukan.Selanjutnya, jangan pernah mengalah dengan keadaan, karena sekali kalian mengalah dengan keadaan, maka kalian akan dikalahkan dan terlahir menjadi orang yang kalah dalam perjuangan selanjutnya.
Untuk Zaka dan kawan-kawan yang berpameran, buat saja NUGAL selanjutnya, diladang siapa saja, dan mau berbagi apa yang kalian miliki. Karena seni hanya bisa hidup dihati seniman yang dermawan akan ilmunya dan menjadi pengobar semangat perjuangan bagi orang-orang yang selama ini bersembunyi dibalik khalal dan harapan hampa.
Untuk Zaka dan kawan-kawan yang berpameran, buat saja NUGAL selanjutnya, diladang siapa saja, dan mau berbagi apa yang kalian miliki. Karena seni hanya bisa hidup dihati seniman yang dermawan akan ilmunya dan menjadi pengobar semangat perjuangan bagi orang-orang yang selama ini bersembunyi dibalik khalal dan harapan hampa.
Jangan pernah takut dengan rintangan, karena itu akan mendewasakan kalian. Ingat bawa semangat nugal sesungguhnya di Kampung Seni Rupa Kalbar yang semakin absurd dimata saya.
Kita diskusikan banyak hal mengenai seni dan segala kemelut tak berujung. Kadang ada wacana baru yang sebenarnya tidak nyambung, namun bermanfaat untuk kita dalami. Suatu hal yang saya pelajari dari apa yang dikatakan oleh sahabat saya Legi, bahwa seniman itu harus bisa memberi poin of interes untuk pembaca karya. Ketika karya akan mengena dihati pemerhatinya, itulah yang diharapkan. Bukan kerumitan konsep, bukan pemaksaan bentuk yang seniman itu sendiri sesat dalam menafsir makna karya, dan bukan pula suatu yang dipaksakan hadir dalam ruang pamer.
Kita diskusikan banyak hal mengenai seni dan segala kemelut tak berujung. Kadang ada wacana baru yang sebenarnya tidak nyambung, namun bermanfaat untuk kita dalami. Suatu hal yang saya pelajari dari apa yang dikatakan oleh sahabat saya Legi, bahwa seniman itu harus bisa memberi poin of interes untuk pembaca karya. Ketika karya akan mengena dihati pemerhatinya, itulah yang diharapkan. Bukan kerumitan konsep, bukan pemaksaan bentuk yang seniman itu sendiri sesat dalam menafsir makna karya, dan bukan pula suatu yang dipaksakan hadir dalam ruang pamer.
Jadilah diri sendiri dengan kesadaran berkarya sesungguhnya, bukan menjadi seniman yang tidak memahami arti karya dan makna dibalik pameran. Bagi saya lebih baik menjadi sadar kalau kita tidak mengerti apa-apa, bukan menjadi orang yang bisa apa-apa tapi tidak pernah sadar akan ketidak-mengertiannya. Karena dari sana kalian akan bisa belajar apapun dengan mudah dan menyenangkan. Semua akan indah dalam pandangan kalian. Pesan saya, Jadilah tanah yang diTUGAL oleh siapa saja, mau menerima, mau belajar, dan selalu berbagi kepada siapa saja. Karena itu semangat nugal sesungguhnya.
Pontianak 1 Desember 2022
Oleh MBAH DINAN
Oleh MBAH DINAN
Traktir Mbah Dinan kopi klik di sini
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
Kategori :
opini,
- Dialogika Terbalik di Ruang Pamer NUGAL - - Powered by Blogger. Jika ingin menyebarluaskan atau mengcopy paste artikel Dialogika Terbalik di Ruang Pamer NUGAL, harap menyertakan link artikel ini sebagai sumbernya. Terima kasih.