Kuratorial Absolute Borneo
ABSOLUTE BORNEO
Oleh Mbah Dinan
Kuratorial Pameran Seni Rupa UPT. Museum Provinsi Kalimantan Barat tahun 2024. Diadakan di Gedung Tertutup Taman Budaya Kalimantan Barat tanggal 9 - 11 Oktober 2024.
Disorsi Zaman yang Membuat Budaya Kita Hampir Gila
Berbagai karya yang dipamerkan dalam pameran seni rupa Taman Budaya Provinsi Kalimantan Barat, bercerita tentang pola interaksi budaya dan realitas tradisi. Karya seni Absolute Borneo pada umumnya lahir dari kemajemukan kontemplasi. Artinya dilahirkan dari kompleksitas tafsir kejadian masyarakat kota Pontianak dan diungkap dengan cara berbeda. Satu hal yang membuat semua karya seni rupa Absolute Borneo mempunyai gaya dan erotismenya sendiri, karena bercerita tentang tradisi Kalimantan Barat dari sudut pandang berbeda. Sebuah reinkarnasi budaya Kalbar yang lahir dari imajinasi liar senimannya, terutama karya anak-anak yang begitu polos, sebagai penyaksi budaya urban yang membingungkan ditengah perkembangan zaman.Seni rupa tidak bisa hanya diartikan sebagai implementasi garis, warna dan bentuk, namun dia juga sebuah cerita yang dibahasakan berbeda, mengenai fakta berbeda dan harus dicerna dalam dimensi pikir berbeda dari biasanya. Seni rupa tidak melulu bercerita tentang bagaimana sebuah keindahan disusun dan dimaknai berdasarkan ego sentris. Dia dilahirkan karena gejolak kontradiksi fakta yang saling bertentangan. Seniman tidak mencontoh sebuah fakta kejadian apa adanya, namun lebih memilih menampilkan dalam dimensi pikir berbeda, kemudian mewujudkannya menjadi karya. Kompleksitas fakta tidak dijabarkan dalam bahasa keseharian, tetapi disadur dalam bahasa garis dan warna.
Karya rupa Absolute Borneo yang bersinggungan dengan perkembangan tradisi di kota Pontianak. Seniman Absolute Borneo lebih memilih untuk menafsirkan karya melalui kajian interaksi sosial budaya, dari sejarah purba sampai kezaman (yang katanya) modern. Refleksi kejadian dan bentuk apapun dalam setiap interaksi sosial, dipilih dan disaring dalam pemikiran. Berbagai fakta sosial dijadikan ide awal untuk dimaknai dalam pengkajian konsep. Seniman mengungkap fakta tersebut dalam dimensi rasa dan rasio berbeda, lalu mengolahnya dalam imajinasi liarnya. Disinilah seniman itu dapat dikatakan melibatkan diri secara batiniah. Tangkapan visi batiniah akan melahirkan sebuah karya seni sebagai bingkai pemaknaan baru dari semua fakta yang dia alami, yaitu tentang fakta Budaya Kalimantan Barat dari sudut pandang berbeda.
Seni Rupa dalam dialektika peradaban merujuk pada bagaimana kesenian itu berkembang dan berubah seiring dengan perubahan zaman. Perkembangan seni rupa akan berkesesuaian dengan proses dialektis yang menyoroti interaksi antara berbagai kekuatan sosial, budaya, politik, dan teknologi. Dialektika kesenian adalah gambaran tentang perkembangan atau perubahan melalui kontradiksi dan resolusi. Konteks perkembangannya tidak pernah statis, tetapi selalu dinamis karena berada dalam dialog keadaan sesuai kondisi zamannya. Oleh karena itu, perkembangan kesenian merupakan hasil dari ketegangan antara gagasan lama dan baru, antara tradisi dan inovasi, antara kemapanan dan perlawanan.
Melihat karya anak-anak dan seniman Kalbar pada pameran Absolute Borneo, mengingatkan saya pada pandangan Nietzsche yang mengatakan bahwa “Seni Sebagai Salah Satu Cara Manusia untuk Menghadapi Kekacauan Hidup”. Dalam The Birth of Tragedy, Nietzsche membagi seni ke dalam dua aspek: Apollonian (rasionalitas, keteraturan, keindahan yang terkendali) dan Dionysian (kekacauan, kebebasan, ekstasi). Seni rupa yang hebat, menurut Nietzsche, harus mencerminkan keseimbangan antara kedua elemen ini. Seni dianggap sebagai “Jalan Menuju Kehidupan yang Lebih Kuat”. Nietzsche menilai bahwa seni, termasuk seni rupa, adalah bentuk afirmasi kehidupan. Seni memberi manusia kekuatan untuk menghadapi kerapuhan dan absurditas kehidupan, dan membantu manusia merangkul keberanian serta vitalitas.
Pada masa-masa awal, seni tradisi dikota Pontianak seringkali diatur oleh norma-norma yang ketat, baik dari segi bentuk maupun fungsinya. Bahkan dalam masyarakat promordial Kalimantan Barat, seni tradisi dipandang sebagai refleksi harmoni, kesempurnaan, dan proporsi ideal. Seni sering dianggap sebagai cermin nilai-nilai universal yang tidak berubah. Kelahiran cara pandang dialektis akhirnya memposisikan seni tradisi sebagai hirarki kesukuan yang agung, dan dipatenkan sebagai cermin kehidupan. Oleh karena itu, seni tradisi dianggap sakral dan bersifat normatif, serta mendominasi dalam kehidupan.
Saat ini di Kota Pontianak, seni budaya memasuki fase kebingungan dalam pencarian bentuk. Kesenian memasuki masa dimana tradisi seperti seutas benang yang menenun jati dirinya ditengah kehidupan budaya urban perkotaan. Tradisi dipaksa hidup dengan gaya modern dan dipacu agar lebih maju dari hidup manusianya. Wajah baru kebudayaan kian menor dengan polesan pengembangan disana sini, sampai kita sendiri merasa asing terhadap tradisi yang kita miliki. Identitas nilai tidak lagi diperdulikan. Semua kemasan budaya berubah menjadi dogma transaksional, dan tidak lagi melihat pada adat dan norma. Tradisi dipaksa menjadi robot-robot industri hiburan dibalik gemerlapnya panggung kekinian.
Kita tidak menolak perkembangan tradisi, bahkan kita sadar bahwa tradisi harus berkembang. Tradisi bukanlah sesuatu yang terpisah dari perubahan, namun hasil dari perubahan, dan akan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Pada beberapa kondisi, kita harus bijak dan dapat menempatkan tradisi sebagai jembatan antara masa lalu dan masa kini, yang membawa warisan leluhur tetapi tetap relevan dengan kondisi zaman yang semakin modern. Konsep kekinian adalah penjiwaan dari setiap waktu, namun tidak juga harus melupakan ranah asal kejadian, sehingga tradisi tidak terjebak dalam indahnya khayal perkembangan.
Banyak seniman memandang perkembangan mempunyai kebebasan dan dapat ditafsir seliar mungkin untuk melahirkan karya seni. Pada ranah ini, seniman tidak bisa berdamai dengan keadaan, karena tuntutan zaman memaksa seniman melahirkan persepsi kebaruan dan melupakan fakta sejarah serta bentuk tradisi asli. Kadang kebebasan itu malah mendorong seniman menjadi kebablasan, over thinking dalam menafsir tradisi, dan terlalu binal dalam melihat fakta kebudayaan. Perenungan batin tidak lagi dipakai untuk memaknai, namun menjadi pembegal nilai-nilai kesukuan.
Puji Rahayu, TRILOGI, 200 x 150 cm, Akrilik di Kanvas, 20245 |
Saya merasa ditampar ketika melihat karya anak-anak yang begitu naif, yang menyadarkan saya akan satu hal, bahwa perkembangan itu tidak melulu harus berubah sesuai zaman. Namun perubahan harus bisa membawa semangat dari apa yang dicita-citakan oleh masyarakat pemilik kebudayaan itu sendiri. Saya sadar, bahwa saya tidak dapat memaksa semua orang akan berpikir sama dengan apa yang saya pikirkan. Saya hanya ingin menyampaikan, bahwa saat ini kita berada dalam kondisi stagnasi pemikiran dan terlalu banyak berkhayal tentang retorika pemajuan kebudayaan. Kita terlalu banyak berbicara dengan berbagai konsep dan strategi, namun melupakan esensi dalam sejarah dan tradisi.
Nakalnya karya anak-anak dan binalnya karya seniman Pontianak adalah tafsir baru tentang perkembangan tradisi. Mereka mengabarkan kepada kita tentang tradisi asli yang dilupakan. Sebuah cerita tradisi yang mereka tangkap dengan harapan kegembiraan, namun ditenggelamkan oleh ego masyarakat urban yang kebingungan. Faktanya, Tradisi di kota-kota besar sudah berganti topeng dan bergerak sesuai etika kemajuan zaman. Tradisi baru dilahirkan sebagai robot untuk membinasakan tradisi lama. Dia menyingkirkan tradisi asli yang dipandang tidak layak untuk mengisi ruang apresiasi. Saat itulah perkembangan sudah menghidupkan tradisi baru sebagai zombie peradaban.
Semua karya dalam pameran Absolute Borneo sebenarnya adalah retorika wajah tradisi dalam bingkai kekinian, karena seniman bukan pelaku sebenarnya. Mereka hanya penyaksi tradisi yang selama ini kehilangan ingatan tentang tradisi yang berganti wajah dan kehilangan semangat awal kelahirannya. Mereka hanya bisa melukiskan tradisi dalam bentuk yang semakin kompleks ketika dihadapkan dalam logika modern, lalu seniman diajak untuk mengisahkan ulang ketika mereka sendiri dalam keadaann kebingungan.
Memang hidup ini terlalu naif untuk dicerna. Begitu juga dengan tradisi yang terlalu kompleks untuk dijabarkan. Sebuah tradisi yang berganti kulit dan cenderung meninggalkan pakem serta menolak aturan, menurut saya terlalu rumit untuk dijabarkan ulang sesuai semangat keasliannya. Namun sejarah peradaban selalu meninggalkan jejak. Sebuah kisah tradisi yang semakin kabur dalam ingatan.
Kita krisis kepedulian, karena otak kita sudah mencapai limitasi pemikiran. Saat ini, kita dipaksa mengakui tradisi yang tidak kita kenali, tradisi palsu yang dipaksa lahir dibawah tekanan modernisasi ditengah budaya urban perkotaan. Seni akhirnya mencari jalan dan tempatnya sendiri, dihati orang-orang yang tersesat menafsir perkembangan zaman dan menjadi robot dipanggung kehidupan. Absoluditas pemikiran memaksa tradisi harus menjadi hantu dalam dunia urban perkotaan.
Traktir Mbah Dinan kopi klik di sini
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
Kategori :
kegiatan,
- Kuratorial Absolute Borneo - - Powered by Blogger. Jika ingin menyebarluaskan atau mengcopy paste artikel Kuratorial Absolute Borneo, harap menyertakan link artikel ini sebagai sumbernya. Terima kasih.