Ukuran Font Artikel
Small
Medium
Large

Menghormati Kehidupan Secara Universal

Pertunjukan Tari Dramatik Legenda Batu Betarup – Program Studi Prodi Seni Tari dan Musik Universitas Tanjungpura Pontianak, telah menggelar pementasan drama tari ke sembilan. Kegiatan berlangsung 2 hari, dari tanggal 29 sampai 30 November 20224 di Gedung Teater Tertutup UPT. Taman Budaya Provinsi Kalimantan Barat. Pementasan drama tari kali ini dibawakan oleh mahasiswa angkatan 2021 sebagai syarat kelulusan ujian mata kuliah komposisi tari.

pementasan tari dramatik legenda batu betarup

Pementasan tari dramatik Legenda Batu Betarup bertujuan mendapatkan nilai mata kuliah, mempelajari dialektika kerjasama dalam kelompok produksi seni, sekaligus mempelajari manajemen produksi seni. Pembekalan ini sangat penting dilakukan, sebagai bekal mahasiswa ketika sudah terjun dalam masyarakat, sehingga mampu menerapkan ilmunya dalam membangun dan memajukan kesenian daerah.

Kisah Singkat Legenda Batu Betarup

Pementasan tari dramatik Legenda Batu Betarup kali ini mengangkat “legenda batu betarup” dari Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Dalam legenda tersebut di ceritakan kehidupan tokoh Mak Miskin dengan seorang anak perempuannya. Pekerjaan mak miskin hanya mengumpulkan kayu bakar untuk dijual, sementara anaknya umur 7 tahun membantu ibunya mencari kayu bakar. Hasil yang mereka dapat digunakan untuk mereka makan. Terkadang bila mereka tidak mendapatkan kayu yang cukup, mereka hanya makan seadanya dari makanya yang mereka dapatkan di hutan.

Kehidupan Mak Miskin teramat susah, sampai untuk makan sekali sehari saja ibu dan anak ini sangat kesusahan. Lantaran kemiskinannya, mereka berdua sampai tidak diterima dalam masyarakat kampungnya dan cenderung menyingkirkan Mak Miskin, bahkan tidak menganggap mereka ada. Masyarakat kampung tidak mau menerima karena penampilan mak miskin lusuh dan compang camping. Sementara anaknya berpenampilan kotor dan bau.

Penderitaan mak miskin dan anaknya tidak sampai disitu saja. Acara apapun yang diselenggarakan masyarakat kampung tidak pernah menyertakan mak miskin. Jika mereka datang selalu di usir, karena kehadiran mak miskin dan anaknya dianggap mendatangkan keburukan untuk acara atau kehidupan dikampung tersebut. Mak miskin dan anaknya tidak dihormati sebagai manusia, bahkan dianggap sebagai kesialan bagi kehidupan warga kampung.

pementasan tari dramatik legenda batu betarup

Suatu ketika seorang warga kampung yang kaya raya ingin mengadakan hajatan, menikahkan anaknya. Semua warga kampung diundang, terkecuali mak miskin dan anaknya. Sianak sangat ingin sekali hadir dan menyaksikan kemeriahan hajatan tersebut. Mak miskin sudah melarang anaknya untuk pergi ke hajatan tersebut. Namun karena anaknya merengek terus, akhirnya mak miskin menyetujuinya. Mak miskin berpesan agak anaknya hanya melihat dari jarak jauh, dan jangan sampai anaknya terlihat oleh warga kampung jika dia ada disekitar hajatan tersebut.

Sementara di tempat hajatan, warga bergotong royong membuat tarup (tenda) untuk undangan. Warga mendirikan tarup besar untuk orang sekampung, berhubung yang mengadakan hajatan adalah orang terkaya dikampung, maka banyak undangan yang akan menghadiri hajatan tersebut. Mengingat hajatan itu juga hajatan besar yang mengundang masyarakat dibeberapa kampung sekitarnya.

Pada hari pelaksanaan hajatan, anaknya mulai mengendap-ngendap melihat dari jarak jauh. Namun rasa keingin tahuan akan meriahnya acara, sianak akhirnya menghampiri tempat hajatan. Ketika warga kampung tau kalau anak mak miskin hadir, mereka segera mengusirnya. Bahkan mengusir sambil melemparkan tulang sisa makanan orang yang hadir. Anak itupun terus diusir dengan kekerasan dan akhirnya merasa tidak kuat menahan pukulan, sianak akhirnya pulang dan mengadukan nasibnya ke mak miskin.

Mak miskin merasa sangat sedih. Akhirnya mak miskin teringat pandang mempermainkan kucing. Dia mendapat ide untuk membalas kelakuan warga kampung terhadap anaknya. Mak miskin mulai mendandani kucing dan memberi pakaian layaknya manusia, kemudian membawa kucing tersebut ke acara dikampung.

Setibanya ditempat hajatan, mak miskin melemparkan kucing tersebut di tengah udangan yang hadir. Sontak semua orang melihat kucing lucu itu tertawa terbahak-bahak. Kucing makin kebingungan, berlari kesana kemari ketakutan. Sementara warga kampung yang menyaksikan kekonyolan kucing tersebut tertap terbahak-bahak, semua akhirnya mempermainkan kucing tersebut sampai kucing itu lemas kelelahan.

pementasan tari dramatik legenda batu betarup

Tidak lama berselang, awan gelap disertai angin kencang mulai menyelimuti tempat acara. Saking gelapnya, suasana siang seperti malam hari. Disusul suara gemuruh petir bersahutan. Tiang tarup mulai roboh ditiup angin kencang dan menjadi batu. Semua masyarakat kampung tertindih di tarup tersebut dan ikut terkurung di dalamnya. Setelah tujuh hari kejadian, masih terdengar jerit warga yang tertimpa tarup yang menjadi batu. Terkadang teriakan disertai rintihan penyesalan, sebagian lagi ada yang mendengar meminta air.

Hingga sekarang batu betarup itu masih ada di desa tempapan Hulu, Kec. Galing, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Masyarakat setempat percaya bahwa, batu tersebut seakan terus membesar dan kadang mendengar rintihan samar dari dalam batu betarup.

Proses Logika, Etika dan Estetika

Sebuah seni tidak hanya untuk dinikmati keindahannya, namun mempunyai nilai intrinsik untuk difahami maknanya. Berbagai bentuk seni, apapun teknik dan gayanya, tidak bisa dikaji hanya sebagai hiburan, namun lebih dalam lagi, dia berbicara mengenai pesan yang ingin disampaikan, termasuk nilai budaya yang ada didalamnya. Tidak lepas pula tari dramatik yang dipentaskan mahasiswa Prodi Seni Tari dan Musik Untan Pontianak. Berbagai pesan dan tradisi yang masih melekat dimana cerita itu berasal, adalah kajian penting agar lebih memahami sebuah pertunjukan secara utuh.

Tari dramatik, memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan-pesan mendalam yang melintasi batas bahasa, budaya, dan waktu. Ketika sebuah kelompok mahasiswa mementaskan tari dramatik dengan tema "menghormati kehidupan secara universal," mereka tidak hanya mempersembahkan keindahan gerak, tetapi juga menyampaikan refleksi tentang nilai-nilai kemanusiaan.

Sebenarnya eksplorasi gerak adalah media untuk merayakan nilai budaya, karena seni adalah ekspresi dari budaya, baik itu melalui lensa estetika, filosofi, dan sosial. Oleh karena itu memandang sebuah bentuk kesenian, apapun itu, adalah penjabaran dari proses logika, etika, dan estetika. Proses logika bukan hanya memandang bentuk kesenian sebagai bahan deskripsi singkat seperti halnya artikel berita, namun lebih kepada makna apa yang disampaikan dan hubungannya dengan kehidupan manusia. Kesenian diangkat sebagai logika kehidupan dan terkoneksi dengan tingkah laku yang nantinya berhubungan dengan proses etika dalam kehidupan masyarakat.

Proses etika adalah suatu hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan dalam suatu masyarakat. Etika menyangkut kecocokan nilai adab sehingga kesetaraan hidup dalam pergaulan agar menjadi lebih halus dan indah. Ketika kita membicarakan keindahan dalam konteks etika, maka itu berhubungan dengan estetika. Estetika inilah yang melatarbelakangi lahirnya bentuk-bentuk baru dalam kehidupan yang akhirnya disebut seni.

Proses estetika berbicara masalah rasa dalam lingkup keindahan. Keindahan secara harafiah tidak bisa dinilai, namun dirasakan. Namun karena selera manusia itu berbeda, akhirnya suatu bentuk seni itu dinilai, atau secara tepatnya diperkirakan bobot keindahannya. Namun perkiraan bobot nilai hanya untuk menyederhanakan ketika kita membicarakan sebuah etika. Itu juga tidak ada kesepakatan untuk menyepakati standar nilainya. Karena nilai yang berhubungan dengan rasa keindahan adalah tafsir yang tidak mempunyai kepastian. 

pementasan tari dramatik legenda batu betarup

Akhirnya manusia hanya bisa membicarakan sebab keindahan itu terjadi. Kejadian keindahan inilah yang terlalu absurd, karena berhungan dengan rasa. Rasa ditentukan pengalaman seni sesorang, dan pada kenyataannya pengalaman pasti berbeda pada semua orang. Estetika itu bukan ilmu pasti, maka tidak ada yang bisa memastikan nilainya.

Sekarang mari kita bicarakan mengenai Tari Dramatik yang dipentaskan dalam ujian mahasiswa Untan dengan judul “Legenda Batu Betarup”. Saya tidak menilai, namun hanya menjabarkan pandangan terhadap muatan dalam materi yang dipentaskan. Maaf, saat ini saya terlalu malas membicarakan sesuatu yang sifatnya terlalu labil. Biar tidak dibilang absurd.

Apa itu Tari Dramatik?

Tari dramatik adalah bentuk seni pertunjukan yang menggabungkan seni tari, drama, musik yang mengandung unsur cerita. Dalam konteks pendidikan tinggi, mahasiswa prodi seni untan Pontianak sering menggunakan tari dramatik sebagai cara untuk mengeksplorasi isu-isu sosial dan budaya, serta menyampaikan pesan-pesan universal.

Tari dramatik berbeda dari bentuk tari lainnya karena fokusnya tidak hanya pada gerakan tubuh, tetapi juga pada narasi yang ingin disampaikan. Banyak gerak simbolis yang menggambarkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kasih sayang, solidaritas, dan penghormatan, termasuk gerak sebagai afirmasi ekspresi emosional, yang mencerminkan konflik atau harmoni yang terkait dengan tema kehidupan. Disamping itu musik iringan memperkuat pesan moral dan memberikan aksen tertentu terhadap pesan yang disampaikan.

Tema Menghormati Kehidupan Secara Universal

Tema menghormati kehidupan secara universal adalah pilihan yang relevan dan inspiratif dalam konteks global saat ini. Tema ini melibatkan penghormatan terhadap kehidupan manusia, yaitu menghargai martabat, hak, dan kebebasan individu tanpa memandang ras, agama, atau latar belakang budaya.

Sementara penghormatan terhadap alam bermakna menjaga keseimbangan dengan alam dan menghormati keberadaan makhluk hidup lainnya. Keberagaman budaya akhirnya timbul yang mengharuskan manusia menghormati tradisi dan nilai-nilai lokal, mempromosikan dialog antarbudaya.

Telaah Singkat Tari Legenda Batu Betarup

Sebuah pementasan tari dramatik mahasiswa Untan Pontianak bercerita tentang penghormatan terhadap kehidupan secara universal yang disusun dalam tiga bagian utama: pengantar, inti cerita, dan penutup. Pengantar: Menghadirkan Keberagaman sebagai Fondasi Kehidupan sebagai bagian pembuka yang bertujuan untuk memperkenalkan tema secara simbolis.

Visualisasi Harmoni menampilkan penari dengan penggambaran abstraksi kutukan. Bagian awal merupakan hook penyampaian tema yang saya rasa cukup mengena dengan ide cerita. Selanjutnya Para penari beradegan dengan gerakan-gerakan tanpa mengikuti tempo musik, menggambarkan bagaimana keterasingan mak miskin dalam kehidupan masyarakatnya waktu itu.

Simbolisasi Keberagaman memang sengaja disembunyikan dalam adegan awal. Sebuah penghakiman masyarakat secara masif lebih ditonjolkan agar penokohan mak miskin semakin terbaca jelas. Warna kostum, gaya tari, dan musik yang digunakan dapat mencerminkan kehidupan kampung, walau kadang terlihat terlalu berlebihan.

pementasan tari dramatik legenda batu betarup

Bagian inti adalah adegan konflik dalam kehidupan mak miskin, di mana kawan-kawan mahasiswa prodi seni tari dan musik Untan lebih memilih penggambaran apa adanya. Selebihnya hanya memaksimalkan ekspresi pada tari yang dibawakan.

Sebuah komposisi adalah penyusunan ide, dimana ide konflik universal bisa saja tidak efektif ketika dibawakan. Sebuah adegan tidak harus dibangun sebagai gambaran ulang apa adanya, artinya dibutuhkan kreatifitas untuk membangun penggambaran-penggambaran secara maknawi yang akhirnya akan lebih membawa rasa penasaran penonton. Penari dapat menggambarkan konflik yang muncul dari pelanggaran nilai kehidupan, persepsi yang salah dan terlalu merendahkan, atau sarkasme yang digambarkan dengan gerak-gerak kontra antar penari.

Dari gerak kontradiksi penari, maka akan terbangun refleksi mendalam tentang makna kehidupan, seperti bagaimana manusia dapat menemukan kedamaian dengan menghormati satu sama lain. Artinya menghormati kehidupan manusia itu adalah ibadah kehidupan itu sendiri.

Bagian akhir adalah puncak emosional dari pementasan, yang menampilkan kutukan yang menimpa masyarakat desa. Walau beberapa pertanyaan masih mengganjal di hati, namun gambaran konflik yang dibangun sampai pada kutukan, terlihat sederhana namun enak untuk dinikmati jalan ceritanya.

Gerakan Kolektif penari dalam harmoni untuk menggambarkan kehancuran hidup masyarakat desa karena kutukan adalah pesan verbal tentang pentingnya menjaga nilai-nilai kehidupan secara universal. Kesetaraan dan penghormatan terhadap Martabat Manusia mengharuskan manusia menghormati setiap individu karena memiliki hak yang sama.

Begitulah sebuah kehidupan, cukup menarik untuk digambarkan ulang melalui tari. Sebuah kreatifitas memang mempunyai banyak peluang, namun mahasiswa prodi seni tari dan musik Untan Pontianak sudah berani memilih komposisi yang mereka sepakati. Mereka sudah membuktikan konflik kemanusiaan dalam kreatifitas berbeda, dan semua itu sebuah kelaziman dan keniscayaan jika kita melihatnya dalam tatanan karya seni. Tetap semang dan terus berkarya. Karena sebuah karya adalah cikal bakal karya selanjutnya.
Traktir Mbah Dinan kopi klik di sini
atau mau beli alat musik Kalimantan?
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK
Hubungi Admin: 0811 5686 886.
Posting Komentar